Minggu, 03 November 2019

sejarah Kisah Malin Kundang


Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari provinsi Sumatera Barat, IndonesiaLegenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.



Di suatu tempat, tinggalah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Kehidupan mereka sangat memperihatinkan, penuh dengan kesulitan dan jauh dari kata mapan. melihat kondisi kehidupan keluarga yang serba sulit ini, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas, berharap akan bisa merubah nasib kehidupan keluarganya. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug kecil mereka. 
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Bahkan kabar keberadaannya pun sudah tidak terdengar lagi. Sang ibu hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa sang suami sudah tidak ada disampingnya lagi, entah beada dimana dia sekarang. 
Hari-harinya kini dilalui berdua, ibunya yang harus menggantikan posisi ayah Malin sebagai tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Semua pekerjaan seberat apapun selama itu halal, dikerjakan sang ibu demi menghidupi anak semata wayangnya malin kundang.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. 
Setelah beranjak remaja, Malin sudah mulai berfikir tentang kehidupan keluarganya, Malin merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk mengidupi dan membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya dan bisa membalas jasa ibunya, membahagiakan dan membanggakan keluarganya. 
Saat Malin berada di pantai, Malin memperhatikan seorang nahkoda yang tidak lain adalah tetangganya, malin melihat bagaimana nahkoda tersebut menjadi orang kaya dan hidup dengan kesenangan. Malin dengan ragu mendekat dan bertanya seputar keberhasilannya. Dan sang nahkoda pun menceritakan bagaimana kisah hidupnya di mulai. Malin sangat tertarik dan ingin seperti nahkoda tersebut. Nahkoda pun menawarkan malin untuk ikut berlayar dengannya. Malin tertarik dengan ajakan nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin pun pulang hendak mengutarakan niatnya kepada sang ibu.
Malam hari Malin mulai berbincang dengan ibunya. dalam perbincangannya Malin pun mengutarakan niatnya. Saat Malin mengutarakan niatnya kepada sang ibu, dengan serta merta ibunya kebaratan, karena malin adalah anak satu-satunya dan harta paling berharga dalam hidupnya. namun karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. 
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. 
"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar sang ibu sambil berlinang air mata. 
Kapalpun mulai berlayar dan semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin yang terus terisak sedih karna ditinggal anaknya. Kini sang ibu hidup hanya sebatangkara. Hanya harapan yang kini dia miliki untuk bertahan hidup, harapan untuk bertemu kembali dengan anak kesayangannya kelak.
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. 
Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. 
Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. 
Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Di sanalah malin mulai merintis kehidupannya. Bertahun-tahun malin bekerja keras, siang malam, hingga akhirnya, dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin berhasil menjadi seorang yang sukses dan kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Gadis tersebut adalah anak dari seorang saudagar kaya raya, Malin pun mendapatkan restu dari ayah si gadis dan dinikahkan.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. 
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Sampai akhirnya kapal malin berlabuh di sebuah dermaga yang mana dermaga itu adalah tidak lain tempat dimana malin kecil sering bermain.
Saat kapal Malin berlabuh di dermaga, salah seorang penduduk yang merupakan kerabat dekat malin melihat dan mengenali malin. maka dengan tergesa-gesa orang tersebut berlari menuju tempat dimana Ibu Malin Kundang berada, langsung sang ibu di kabarkan dan saat itu juga sang ibu langsung bergegas menuju dermaga. 
Sang ibu melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. 
"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. 
 Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. 
"Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. 
Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. 
"Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. 
"Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. 
Malin kundang pun memerintahkan kepada awak kapal nya untuk kembali naik dan berlayar kembali meninggalkan dermaga.
 
 
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". 
Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Menyadari keadaannya kini Malin sadar dan menyesali atas kesalahannya kepada sang ibu, malin serasa ingin berteriak memohon ampun pada sang ibu, namun semuanya sudah terlambat, dia hanya bisa menangis dan meneteskan air mata penyesalan dalam kebekuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar